Sunday, September 20, 2015

Di Ujung Senja

Hari demi hari aku lalui dengan getir, gelisah.
Aku takut, aku takut bertemu dengan manusia-manusia baik yang memberikan piutang kepada ibuku.
Aku gelisah menunggu kedatangan mereka.

Di waktu pagi ketika aku bangun dari tidurku, aku sudah merasa tidak punya tujuan untuk melanjutkan hari.
Di waktu siang ketika aku merasa gelisah, aku hanya merasa bingung untuk apa aku hidup?
Di waktu sore ketika manusia-manusia baik itu datang, aku hanya berkata "maaf, saya tidak tahu apa-apa".

Namun, ketika mereka tidak datang, aku justru khawatir mereka datang di malam hari.
Dan di waktu malam ketika aku ingin istirahat, aku berharap tidak ingin berjumpa dengan hari esok.
Ketika aku pergi ke luar rumah, aku masih saja merasa gelisah.
Aku takut mereka melakukan hal yang tidak diinginkan kepada keluargaku.

Tetapi, jika aku hanya diam saja di rumah, aku hanya melanjutkan hidup yang serba takut dan serba gelisah.
Ah, andai aku diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah ini, aku akan berusaha untuk menjadi manusia baik.
Tetapi, tidak seperti mereka yang memberi piutang kepada ibuku.

Aku hidup sendiri.
Walaupun aku punya beberapa teman, tetap saja aku hidup sendiri.
Aku tidak punya teman yang mau mendengarkan kegelisahan aku ini.
Padahal, aku sangat butuh mereka.
aku ingin berkeluh kesah kepada mereka tentang apa yang aku alami.

Pada akhirnya, hanya kepada Tuhan, aku bercerita.
Aku ceritakan semuanya saat aku menghadapnya.
Dalam ibadahku, aku bercerita tentang kegelisahanku ini.
Aku sangat berharap kegelisahan beserta masalah ini dapat segera berakhir.

Di ujung senja, aku hanya ingin hidup bahagia.