Monday, January 20, 2014

Seka Dulu Ingusmu, Bung !



Saya masih heran dengan apa yang dinamakan dengan “fanatik”. Menurut kamus besar bahasa indonesia (edisi kedua, Balai Pustaka. Cetakan ketiga - 1994) fanatik adalah (adjektiva/kata benda) teramat kuat (keyakinan) terhadap ajaran (politik, agama, dsb). Saya tidak akan membahas definisi tentang fanatik. Saya hanya heran dengan implikasi fanatik yang ada pada manusia-manusia di sekitar saya.

Menurut saya, manusia memiliki rasa fanatik itu wajar. Karena, setiap manusia memiliki rasa dan hal-hal yang disukainya itu berbeda dengan manusia yang lain, walaupun ada beberapa hal yang sama dengan manusia lainnya. Tetapi, itu terbilang tidak banyak.

Di lingkungan tempat saya berinteraksi sosial terbilang cukup unik. Karena, banyak sekali manusia-manusia yang fanatik akan segala sesuatu. Hanya saja, manusia yang mengerti akan substansi dari fanatik itu sedikit.
Saya ambil contoh dari dunia yang menjadi tempat saya hidup. Yaitu, dunia musik. Dalam dunia musik, ada yang dinamakan dengan genre (jenis musik). Genre musik sangat banyak, dari musik klasik, Blues, Jazz, hingga pop modern saat ini.

Sebut saja Dungdak. Dungdak adalah seorang pemusik yang sedang belajar menjadi seorang musikus. Dungdak belajar bermain gitar karena sewaktu kecil sudah sering mendengar lagu-lagu Rock dari ayahnya. Hingga suatu ketika, Dungdak gemar mendengarkan lagu-lagu dari genre Rock. Dungdak sangat senang dengan lagu-lagu dari grup band Rock Amerika, yaitu Bon Jovi. Setiap hari Dungdak mendengarkan lagu-lagu Bon Jovi hingga hafal dan bisa mengikuti setiap not melodi dan chord setiap lagu Bon Jovi yang sedang didengarnya.

Suatu ketika, Dungdak mencoba untuk membuat grup band sendiri. Dungdak bertemu dengan pemusik-pemusik lain yang menyukai genre musik berbeda dengannya. Setiap berkumpul dan membahas musik dengan teman-teman grupnya sebelum ke studio, Dungdak selalu berkeras kepala bahwa lagu-lagu yang paling keren adalah lagu dari Bon Jovi. Tentu saja temannya tidak sependapat dengan Dungdak. Acapkali mereka hampir bersitegang, namun karena Dungdak tidak memiliki referensi musik yang banyak, akhirnya Dungdak mengalah.

Suatu ketika, Dungdak sudah cukup mahir dalam bermain gitar. Dungdak mengidolakan Joe Satriani karena menurutnya, Joe Satriani memiliki kemampuan dalam memainkan gitar sangat bagus. Dungdak mulai membuka telinganya untuk genre musik yang lain.

Di jejaring sosialnya, Dungdak selalu membahas tentang Joe Satriani dan banyak teman-temannya yang mengatakan bahwa “ada awan diatas awan,” yang berarti, Joe Satriani bukan yang paling mahir dalam bermain gitar. Karena setiap gitaris memiliki karakter dan ciri khasnya masing-masing. Dungdak tidak dapat menerima argumen tersebut, Dungdak tetap saja berkeras kepala bahwa hanya Joe Satriani lah yang paling mahir dan Bon Jovi lah yang paling enak didengar.

Tidak hanya Dungdak. Satu contoh lagi dalam kesalahan mengimplikasi rasa fanatik.

Sebut saja Tungkek. Tungkek adalah seorang penggemar berat sebuah tim sepak bola yaitu Cubluk Sentosa Jaya F.C (hanya rekayasa). Tungkek menyukai tim tersebut sejak sekolah dasar. Kini, Tungkek sudah menjadi seorang mahasiswa.

Dalam perjalanan hidupnya, Tungkek selalu menonton pertandingan tim kesayangannya tersebut baik menonton langsung di stadion atau melalui televisi. Hanya sedikit sekali Tungkek melewati pertandingan sepak bola tim kesayangannya tersebut. Tungkek juga tergabung dalam organisasi penggemar klub Cubluk Sentosa Jaya F.C.

Suatu ketika, Tungkek sedang menghadapi ujian nasional. Saat itu, Tungkek sedang duduk di tingkat SMP. Pertandingan sepak bola tersebut digelar di sebuah kota yang cukup jauh dari tempat ia tinggal. Tetapi, karena Tungkek tidak mau melewatkan pertandingan tersebut dan merasa ingin menghargai ajakan dari organisasi penggemar klub tersebut, Tungkek akhirnya pergi untuk menonton pertandingan tersebut. Alhasil, tim kebanggaannya kalah dan Tungkek pulang larut malam. Ia sampai di rumah ketika alarm ditelpon selulernya berbunyi. Dengan raut wajah yang lelah, Tungkek hanya mengganti pakaian dengan seragam sekolahnya dan segera bergegas ke sekolah karena sedang diadakannya ujian nasional. Tungkek pun sempat dimarahi oleh orang tuanya karena tidak mempersiapkan materi yang akan dihadapi dalam ujian nasional. Alhasil, Tungkek tidak dapat berkonsentrasi dan tidak lancar dalam menghadapi ujian nasional.

Tidak sampai disitu. Saat Tungkek duduk ditingkat SMA, Tungkek dihadapkan dengan kisah lain. Saat itu, tim kebanggaannya bertanding. Namun, Tungkek tidak dapat menonton langsung melalui televisi karena faktor cuaca yang tidak menentu di daerah tempat tinggalnya. Tim kebanggaanya kalah, Tungkek menggerutu di jejaring sosial. Ia lebih tidak terima karena ejekan dari temannya yang mendukung tim yang berbeda. Tungkek pun kesal, Tungkek mengajak berkelahi dengan temannya karena tidak terima dengan ejekan temannya tersebut. Tungkek berkelahi hingga babak belur.

Dundak dan Tungkek adalah contoh manusia fanatik. Tetapi, tidak paham dengan substansi dari fanatik itu sendiri. Tidak hanya saya, mungkin para pembaca pernah mengalami hal yang serupa dengan Dungdak atau Tungkek. Saya pernah mengalaminya dan hingga saat ini, saya masih terganggu dengan keberadaan manusia seperti Dungdak dan Tungkek.

Dalam pandangan saya, jelas Dungdak dan Tungkek adalah contoh yang sangat mengganggu. Karena, bagi saya persatuan dalam lingkungan interaksi sosial saya adalah hal yang tidak terbayar oleh apapun. Dalam skala besar, hal tersebut dapat membahayakan kesatuan NKRI. Mungkin para pembaca dapat melihat bagaimana dampak dari adanya beberapa organisasi penggemar sebuah klub sepak bola atau organisasi penggemar grup musik yang acapkali membuat onar dan sangat mengganggu. Belum lagi jika para pembaca melihat beberapa teman anda bersitegang karena fanatik itu sendiri, saya hanya bisa tertawa.

Mungkin itu saja beberapa contoh dan pandangan saya tentang fanatik. Salam saya :
Bung, seka dulu hingusmu. Terlihat hijau dan mengganggu !

Salam Rokenroll !

No comments:

Post a Comment